
Konferensi Pers Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo di Rupatama Mabes Polri, Selasa 9 Agustus 2022
Oleh: MEGA SIMARMATA
Jakarta, Rabu 10 Agustus 2022 (KATTAKAMI) —- Kemarin malam, Selasa 9 Agustus 2022, didampingi sejumlah Perwira Tinggi bintang 3 yang berpangkat Komisaris Jenderal, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengumunkan perkembangan terbaru kasus penembakan di rumah dinas Kadiv Propam Polri yang terjadi pada hari Jumat 8 Agustus 2022 yang berujung pada tewasnya Brigadir Josua Hutabarat.
Kapolri akhirnya menetapkan Irjen Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam Polri resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias (Brigadir J) pada Selasa 9 Agustus 2022 petang ini.
Pengumuman penetapan tersangka ini dilaksanakan di Mabes Polri oleh Kapolri bersama tim khusus bentukannya yang bertugas untuk mengusut tewasnya tewasnya Brigadir J.
Pasca penetapan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka, terungkap peran eks Kadiv Propam Polri tersebut dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Menurut penuturan Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Irjen Ferdy Sambo berperan sebagai orang yang memerintah Bharada E.
Sebelumnya, Polri juga telah menetapkan Bharada Richard Eliezer (Bharada E) dan Brigadir Ricky Rizal (Brigadir RR) sebagai tersangka kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat.
Brigadir Ricky Rizal disangkakan pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau maksimal penjara seumur hidup, sedangkan Bharada E dijerat dengan pasal pembunuhan.
Dengan ditetapkannya Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir J oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo, total sudah ada 3 tersangka.
Apa yang bisa saya ulas melalui tulisan ini?
Sederhana saja bahwa patut dapat diduga ada bau amis kejahatan berbentuk potensi dilakukannya Pembunuhan Karakter atau Character Assassination terhadap Institusi Poldi di balik tragedi yang sangat menyedihkan hati ini dimana satu aparat kepolisian wafat yaitu Brigadir Josua Hutabarat.
Mengapa Institusi Polri yang disasar atau dijadikan target sasaran?
Banyak kemungkinan.
Misalnya, ada unsur balas dendam dari koruptor kelas kakap yang ingin balas dendam pada institusi Polri yang sudah menangkap dan memenjarakannya.
Atau, bisa juga karena patut dapat diduga ada Operasi Intelijen Hitam sedang dimainkan dan dijalankan tanpa bisa dikendalikan oleh pihak manapun di negara ini.
Apa tujuannya jika Operasi Intelijen Hitam ini dilancarkan untuk menyerang, menghajar dan merontokkan Polri secara intitusi.
Untuk melemahkan negara kita.
Untuk mengerdilkan dan untuk mengecilkan kekuatan dan konsistensi negara dalam penegakan hukum, utamanya pemberantasan korupsi.
Teror pada aparat aparar penegak hukum dapat dibungkus dan dikemas dalam seribu satu macam wujud dengan menghalalkan semua cara cara kekerasan.
Misalnya yang terjadi pada Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Saat ini, Novel harus derita sangat menyedihkan kehilangan salah satu bola matanya akibat disiram air keras beberapa waktu lalu.
Sudah jadi rahasia umum, apalagi di kalangan media, siapa yang direka-reka dan ditebak menjadi otak pelaku yang membutakan sebelah dari mata Novel Baswedan.
Menutup tulisan ini, saya teringat pada sebuah peristiwa besar di akhir bulan Juli 2020, yaitu saat rombongan Bareskrim Polri bersama Tim Gabungan mereka berangkat ke Malaysia untuk menangkap buron kelas kakap Djoko Tjandra menggunakan pesawat khusus.
Djoko Tjandra, buronan kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, akhirnya berhasil ditangkap oleh Bareskrim Polri setelah kabur dari Indonesia pada Juni 2009.
Pemilik nama lengkap Djoko Sugiarto Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra tersebut tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis malam tanggal (30/7/2020).
Pertanyaan saya, bagaimana kabar aparat aparat penegak hukum yang menangkap dan yang menangangi kasus Djoko Tjandra tersebut?
Untuk yang tahu runtut kejadian dan penanganannya, pasti tahu apa saja yang terjadi kini menimpa polisi polisi yang berangkat ke Malaysia pada malam itu.
Kemudian saya juga ingin menyapa sejumlah pihak yang dalam beberapa hari ini kasak kusuk memviralkan video lama saat Irjen Ferdy Sambo di wawancara, yang mengatakan bahwa dua tingkat diatas polisi yang bersalah harus dicopot.
Irjen Ferdy Sambo, terakhir menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Atasan langsung seorang Kadv Propam Polri di bidang pengawas adalah IRWASUM.
Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum),
bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan pengawasan dan pemeriksaan umum dan perbendaharaan dalam lingkungan Polri termasuk satuan-satuan organsiasi non struktural yang berada di bawah pengendalian Kapolri.
Saat ini yang menjabat sebagai Irwasum Polri adalah Komjen Pol. Drs. Agung Budi Maryoto, M.Si.
Dalam kasus penembakan di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Komjen Agung Budi Maryoto menjabat sebagai KETUA TIM KHUSUS atas Timsus.
Kemudian, jenjang berikutnya ke atas dalam organisasi Polri, atasan langsung Irwasum Polri adalah WAKAPOLRI Komjen Polisi Gatot Eddy Pramono.
Dalam kasus penembakan di rumah dinas Kadiv Propam Polri, posisi Wakapolri adalah anggota dari TIM KHUSUS juga.
Barulah setelah itu, pucuk pimpinan tertinggi di Polri adalah Kapolri.
Jadi, para penumpang gelap yang sebulan ini asyik menabuh genderang untuk niat niat terselubung mereka, tidak usah banyak menebar sensasi.
Akhir kata, sebagai jurnalis saya memberi apresiasi tinggi untuk Institusi Polri yang terus solid dan komit menjaga marwah institusi POLRI.
Tidak ada yang tidak bisa dilakukan, sepanjang pijakannya adalah kebenaran dengan tetap menjunjung tinggi komitmen menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Semoga seluruh proses penanganan kasus penembakan ini bisa berjalan dengan lancar, sampai pada pelimpahan tahap 2 ke Kejaksaan.
Kemudian, kasus ini bisa segera disidangkan agar keadilan dapat ditegakkan.
Bravo Polri. (****)
MS